Postingan kali ini akan membahas
mengenai tanaman yang menjadi sampel saya pada Fitokimia 1 dan Fitokimia 2 di
Laboratorium Bahan Alam Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia.
Dikenal
dengan nama Pletekan karena memiliki buah berwarna coklat (saat matang) dan
hijau (saat muda), dimana buah ini jika terkena air akan meletup dan berbunyi
“pletek-pletek” nah dari situlah tanaman ini dinamakan Pletekan. Akan tetapi
pada daerah Jawa lebih dikenal dengan nama Ceplikan (sumber Plantamor.com).
Dengan
nama latin Ruellia tuberosa L, tanaman
ini banyak ditemukan di daerah tropis terutama Asia Tenggara. Coba perhatikan
di semak kalian, pasti ada tanaman ini :).
Namanya mungkin terdengar asing, tapi bentuk bunga dan buahnya sangat familiar
saat kecil, terutama untuk anak kecil era 90-an.
Ilmiahnya
tanaman dengan morfologi menurut buku Flora ini merupakan tanaman semusim, tinggi 0,4-0,9 m. Batangnya
tegak, pangkal sedikit berbaring, bersegi, hijau. Daunnya Tunggal, bersilang
berhadapan, bentuk solet, ujung membulat, pangkal runcing, tepi bergigi,
panjang 6-18 cm, lebar 3-9 cm, licin, pertulangan menyirip, hijau. Bunganya
Majemuk, bentuk payung, diketiak daun, terdiri 1-15 bunga, kelopak 2-3 cm,
benang sari melekat pada tabung mahkota berjumlah 4, dasar mahkota membentuk
tabung, ujung berlekuk 5, panjang 3,5-5 cm, ungu. Buahnya Kotak, lonjong,
kering, berbiji banyak, panjang 2-3cm, membuka dengan dua katup, hijau. Bijinya
Bulat, kecil, coklat. Akarnya Tunggang, membentuk umbi, coklat.
Menurut
beberapa sumber tanaman dengan genus Ruellia ini memiliki khasiat sebagai
antioksidan, antidiabetes, antihipertensi, antipiuretik dan biasa ditambahkan
dalam minuman kesehatan. Jangan salah, tanaman yang dikira hanya tumbuhan liar
ini ternyata memiliki segudang khasiat :).
Selain itu disebutkan dalam beberapa jurnal ilmiah, daun tanaman Pletekan
memiliki kandungan Flavonoid yang tinggi.
Nah
pada praktikum Fitokimia 1, kami melakukan identifikasi senyawa kimia dari
sampel daun Pletekan dengan menggunakan beberapa metode. Jelas sebelum
diidentifikasi, tanaman ini kami olah dulu. Dimulai dari pengolahan sampel
(daun tanaman dicuci, disortir basah-kering, dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan, kemudian diubah bentuknya) sekedar info, dikeringkan agar
kandungan air dalam daun berkurang karena ditakutkan dapat menjadi media yang
paling baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kenapa diubah bentuknya dengan
cara digunting kecil-kecil (atau diserbukkan) agar pelarut yang nantinya
digunakan dalam proses meserasi lebih mudah menarik senyawa kimia dalam daun
(ingat proses difusi dan osmosis kan :))
Next
proses yaitu identifikasi pendahuluan. Disini bertujuan untuk mengetahui secara
garis besar kandungan kimia apa sih yang terdapat dalam daun tanaman ini?
Penasaran caranya? Mudah kok, yaitu serbuk Pletekan + 10 ml air panas
dimasukkan dalam tabung reaksi, dinginkan sejenak lalu dikocok kurang lebih 10
detik, jika ada buih untuk lebih memastikannya ditambah 1 tetes HCl 2 N. And
the last, jika buih tidak hilang positif mengandung Saponin. Hasilnya positif
loh :)
Berikut
sekilas teori mengenai “saponin”. Saponin merupakan senyawa dalam bentuk
glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk
larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan
tidak hilang dengan penambahan asam (Harbrone, 1996). Saponin merupakan
golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar,
dengan kegunaan luas (Burger et.al,1998). Saponin diberi nama demikian karena
sifatnya menyerupai sabun “Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif
permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa
saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida
triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai
spirotekal. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut
dalam eter. Aglikonya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam
suasana asam atau hidrolisis memakai enzim (Robinson,1995).
Identifikasi
berikutnya adalah menguji ada tidaknya kandungan flavonoid. Dimana serbuk daun
pletekan ditambah FeCl3 kemudian dikocok dan ditetesi HCl P, hasilnya tanaman ini positif mengandung
flavonoid ditandai dengan adanya warna merah.
Sekilas
teori mengenai “Flavonoid”. Flavonoid
adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia
tumbuhan. Flavonoid mampu bertindak sebagai
antioksidan dan berfungsi menetralisir radikal bebas dan dengan demikian
meminimalkan efek kerusakan pada sel dan jaringan tubuh. Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif dan
tidak stabil akibat telah kehilangan elektron.Untuk menstabilkan diri, radikal
bebas memerlukan elektron dan untuk mencapai tujuan ini kemudian mengoksidasi
sel-sel sehat tubuh sehingga menyebabkan kerusakan. Radikal bebas terutama diproduksi sebagai produk
sampingan dalam berbagai proses biokimia dalam tubuh.
Selanjutnya
serbuk Pletekan kami ekstraksi dengan proses meserasi. Sekilas teorinya. Maserasi
istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam) : adalah
sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam
menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya
etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku
resmi kefarmasian (Farmakope Indonesia, 1995). Langkah kerjanya adalah merendam
simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu selama
beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya.
Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu
tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut
ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri, disebut pelarut
polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton,
etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik). Metode Maserasi
umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut non-polar. Teorinya, ketika
simplisia yang akan di maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih, maka
ketika direndam, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan
penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari)
sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung zat
aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat
aktif (nol%) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar
sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju
keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam dan
di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi
keseimbangan konsentrasi (istilahnya “jenuh”).
Cara
kerja yang kami lakukan adalah 200
g serbuk sampel Pletekan + 1000 ml Metanol. Biarkan selama 3 hari (sesekali diaduk).
Saring, dan ampasnya
dimaserasi lagi. Satukan
ekstrak yang diperoleh. Sesudahnya diuapkan untuk menghilangkan cairan
penyari dengan cara diambil
ekstrak metanol Pletekan. Dituang ke dalam cawan porselen. Diletakkan cawan porselen diatas penangas air.
Diamati sampel menguap sampai
terbentuk ekstrak kental.
Berikutnya
dilakukan metode Partisi. Dimana yang digunakan adalah metode Partisi Cair-Cair.
Pelarut organik yang digunakan berupa pelarut polar dan pelarut non polar yaitu
metanol, n-heksan, n-butanol.
Teori. Ekstraksi cair-cair
adalah proses pemisahan zat terlarut didalam 2 macam zat pelarut yang tidal saling
bercampur atau dengan kata lain perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam
pelarut organik, dan pelarut air.Hal tersebut memungkinkan karena adanya sifat
senyawa yang dapat terlarut dalam air dan adapula senyawa yang dapat larut
dalam pelarut organik. Ekstraksi bahan alam dilakukan dengan cara : ekstrak metanol
terlebih dahulu dipekatkan kemudian ditimbang dan ditimbahkan sedikit air
hingga diperoleh suspensi yang homogen. Kemudian dipindahkan ke dalam corong
pisah dan ditambahkan dietil eter (pelarut organik), setelah itu corong pisah ditutup,
dibalik dan dikran corong dibuka lalu dikocok satu arah beberapa kali hingga
didapatkan massa yang terdistribusi. Setelah itu kran corong ditutup lalu
corong dibalik dan dibiarkan hingga terjadi pemisahan. Lapisan air dikeluarkan
dan lapisan eter ditampung. Lapisan air dikocok lagi dengan dietil eter kembali
biasanya dilakukan 3 kali ekstraksi.
Next tahap terakhir
yaitu Kromatografi Lapis Tipis. Caranya : Potong lempeng dengan ukuran 7 x 3 dan diberi tanda. Totol ekstrak n-heksan, metanol dan n-butanol. Masukkan dalam chamber berisi eluen n-Heksan :
Etil asetat (7 : 3) (lakukan sebanyak 6 kali). Elusi hingga batas tanda. Amati pada
sinar tampak, Lampu UV 254 nm dan 366 nm serta pada reaksi penyemprot. Hitung nilai Rf (lakukan hal yang sama untuk eluen
B:A:W 4:1:5).
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
kandungan senyawa dari tanaman ini dapat berguna buat apa?
BalasHapusmaaf saya baru liat komentar yang ada (saking sepinya blog ini), dikutip dari tesis dosen saya yang berjudul ISOLASI DAN ELUSIDASI STRUKTUR ANTIOKSIDAN DAN PENGHAMBAT ENZIM XANTIN
BalasHapusOKSIDASE EKSTRAK DAUN PLETEKAN (Ruellia tuberosa L.) tanaman ini dapat berkhasiat sebagai antioksidan, anti inflamasi, hipoglikemik, antiproliferatif, gastroprotektif, dan antiurolitik.
Apakah benar pletekan mengandung xenobiotika sehingga tidak aman dikonsumsi oleh ibu hamil?
BalasHapus